Senin, 10 Oktober 2011

Bawang putih dan tomat bikin prostat tetap sehat

Makanan Sehat Agar Prostat Tetap Sehat
Kanker prostat merupakan penyakit khas kaum pria, terutama yang berusia di atas 50 tahun. Kemunculannya pada usia tersebut disebabkan oleh proses perkembangannya yang lama. Dari inisiasi hingga mengganas berlangsung dalam beberapa tahapan dan bersifat latent. Waktunya bisa tahunan, bahkan puluhan tahun.

Faktor Penyebab
Sampai saat ini, penyebab munculnya kanker prostat masih terus diselidiki para ahli. Dari banyak laporan penelitian, baru diketahui beberapa faktor. Pertama, pola dan kebiasaan makan. Ada makanan yang dapat memicu dan ada yang dapat menghambat.

Dilaporkan, makanan yang potensial memicu munculnya kanker prostat adalah makanan berkadar lemak atau energi tinggi. Dari 14 penelitian case-control (melibatkan 3.000 penderita dan 4.600 pembanding) ada 11 penelitian, dan dari lima penelitian cohort (melibatkan sekitar 10.000 sampel) ada empat penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara meningkatnya konsumsi lemak total, obese (BMI tinggi), dan kebanyakan makan pada waktu dewasa muda, dengan tingginya kejadian kanker prostat pada saat tua.

Faktor kedua, senyawa radikal bebas, terutama yang berasal dari pencemaran lingkungan tanah, air, udara, radian matahari, asap kendaraan, yang tents meningkat kualitasnya dan semakin sulit dihindari. Akibatnya, selain terjadi penuaan dini, ada sekitar 50 macam penyakit degeneratif, termasuk kanker prostat, diduga dimulai dan diperparah oleh radikal bebas tersebut.

Ketiga, faktor hormonal dan usia. Produksi hormon androgen tergantung pada usia. Hormon ini mengendalikan libido, sistem reproduksi pria dan irama kerja kelenjar prosrat dalam memproduksi sekret (cairan) yang berperan dalam proses likuifaksi semen/sperma. Dilaporkan bahwa libido yang tidak terkendali dan suka seks bebas, berisiko tinggi terserang keganasan kanker prostat.

Satu hal lagi, bagi yang ada keturunan penderita kanker prostat, hendaknya ia mewaspadai faktor penyebab lainnya agar faktor risiko genetis semakin kecil.

Bawang Putih
Makanan yang potensial dapat menghambat inisiasi dan perkembangan kanker prostat antara lain bawang putih. Selain dikenal sebagai bumbu, ekstrak bawang putih ternyata juga berkhasiat sebagai obat antikanker prostat.

Hasil penelitian Pinto et.al (1997) menunjukkan bahwa senyawa sulfur turunan allicin dalam bawang putih ternyata dapat mengganggu enzim ornithine dekarboksilase yang berperan dalam sintesa polyamine, laju pertumbuhan sel tumor dan keganasan kanker. Caranya: pertama, memacu pembentukan glutathion tereduksi yang menghambat kerjaornithine. Kedua, mengikat enzim tersebut (pada bagian thiol nucleophilic) sehingga fungsinya hilang. Dengan demikian pembentukan sel kanker prostat dapat dihambat.

Tomat
Makanan antikanker prostat lainnya adalah tomat. Warna khas merah tomat berasal dari senyawa karotenoid likopen yang ternyata berperan dalam menyehatkan organ prostat dan jantung. Karena likopen memiliki aktivitas antioksidan, berperan dalam pertumbuhan dan komunikasi interseluler sel-sel jaringan tubuh.

Dilaporkan bahwa kemampuan likopen sebagai antioksidan dalam mengikat singlet oksigen, meredam keganasan radikal bebas, dan menekan perkembangan sel kanker, termasuk sel kanker prostat, melebihi betakaroten. Likopen juga berperan menyehatkan jantung.

Pustaka
Makan sehat hidup sehat Oleh P. Cahanar,Irwan Suhanda

Manfaat dari sayuran dan buah mentah (raw food)

Walaupun Indonesia adalah negara pertanian dengan alamnya yang subur, tetapi sayangnya karena pengaruh budaya modern pada masyarakat perkotaan konsumsi buah dan sayuran tidak lagi membudaya, bahkan dapat dikatakan rendah. Era globalisasi ini membutuhkan segala sesuatu yang serba instan dan praktis. Hal ini tidak saja terjadi pada ilmu pengetahuan, informasi, dan teknologi, tetapi juga terhadap pengobatan tradisional dalam dunia kesehatan. Padahal dari target yang diharapkan untuk hidup sehat pun tidak terlalu banyak, hanyalah berkisar lima persen dari total energi yang konsumsi. Sayur-mayur yang menjadi bahan kedua makanan tersebut membuat awet muda sekaligus mencegah terjadinya penuaan dini.

Menurut National Academy of Sciences (NAC 1982), senyawa fitokimia pada bahan pangan dapat menurunkan risiko kanker. Bahkan secara spesifik Watson tahun 2001 mendapati bahwa konsumsi buah dan sayuran dapat menurunkan risiko penyakit kronis. Buah kaya akan vitamin A, C, dan E, yang notabene merupakan vitamin golongan antioksidan. Antioksidan menurut NAC dapat menurunkan risiko penyakit kanker penyakit jantung koroner, stroke, katarak, penyakit neurodegeneratif (Alzheimer dan Parkinson). Antioksidan juga dapat mencegah kerusakan sel pankreas sehingga baik bagi penderita diabetes mellitus.

Vitamin yang banyak terdapat pada buah-buahan adalah vitamin C, sedangkan dalam sayuran adalah vitamin C dan vitamin B kom- pleks. Beberapa sayuran juga merupakan sumber bagi vitamin A, D, dan E. Karotenoid (prekursor vitamin A) serta vitamin C dan E merupakan antioksidan alami yang sangat berguna untuk melawan serangan radikal bebas, penyebab penuaan dini, dan berbagai penyakit kanker. Mineral yang banyak terdapat pada sayuran adalah zat besi, seng, mangan, kalsium, dan fosfor.

Dibanding sumber serat lain, sayuran merupalcan sumber yang pa- ling baik dan utama. Kandungan serat pada sayuran sangat bermanfaat dalam pencegahan berbagai penyakit degeneratif, seperti kanker usus besar, aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), penyakit jantung, kencing manis, batu empedu, dan lain-lain.

Pustaka
Health Secret of Pepin Oleh Pangkalan Ide

Jenis-jenis Penyakit Mata Glukoma

Glukoma adalah suatu penyakit di mana tekanan di dalam bola mata meningkat sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Penyakit glukoma ditandai dengan peningkatan tekanan di dalam bola mata sehingga aliran cairan mata terbendung. Penyakit ini menyebabkan kerusakan pada saraf optikus dan penurunan fungsi peng-lihatan. Apabila penyakit ini tidak segera diobati maka dapat mengakibatkan kebutaan.

Terdapat empat jenis glukoma, yaitu glukoma sudut terbuka (glukoma mendadak), glukoma sudut tertutup (glukoma menahun), glukoma kongenitalis, dan glukoma sekunder. Keempat jenis glukoma ini ditandai dengan peningkatan tekanan di dalam bola mata dan semuanya bisa menyebabkan kerusakan saraf optikus yang progresif.

a. Glukoma sudut terbuka
Glukoma sudut terbuka (glukoma mendadak) sering terjadi setelah usia mencapai 35 tahun, tetapi kadang terjadi juga pada anakanak. Penyakit ini cenderung bersifat menu- run dan paling sering ditemukan pada penderita diabetes mellitus atau miopia.
Hilangnya fungsi penglihatan dimulai dari tepi lapang pandang. Apabila kondisi ini tidak segera diobati, pada akhirnya akan menjalar ke seluruh bagian lapang pandang dan menyebabkan kebutaan. Pada awalnya, peningkatan tekanan di dalam mata tidak menimbulkan gejala. Namun, lama-kelamaan timbul gejala sebagai berikut.
1) Penyempitan lapang pandang tepi.
2) Sakit kepala ringan, mual, dan muntah.
3) Gangguan penglihatan yang tidak jelas, misalnya melihat lingkaran di sekeliling cahaya lampu atau sulit beradaptasi pada kegelapan.
4) Mata agak menonjol, terkadang mirip mata ikan mas koki (sudah parah).
5) Pupil atau manik mata lebih besar.
Pada akhirnya, akan terjadi penyempitan lapang pandang yang menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak di sisi lain ketika penderita melihat lurus ke depan (disebut penglihatan terowongan). Glukoma sudut terbuka mungkin baru menimbulkan gejala setelah terjadinya kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Tidak ada tindakan yang dapat mencegah terjadinya glukoma sudut terbuka. Namun, apabila penyakit ini ditemukan sejak dini maka hilangnya fungsi penglihatan dan kebutaan bisa dicegah dengan pengobatan.

b. Glukoma sudut tertutup (glukoma menahun)
Setiap hal yang menyebabkan pelebaran pupil, misalnya cahaya redup, tetes mata pelebar pupil yang digunakan untuk pemeriksaan mata, atau obat tertentu bisa menyebabkan penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris. Iris bisa bergeser ke depan dan secara tiba-tiba menutup saluran humor aqueus sehingga terjadi peningkatan tekanan di dalam mata secara mendadak.
Umumnya, penglihatan menjadi kabur dan terkadang melihat seperti pelangi. Penyebab glukoma tertutup (glukoma menahun) terjadi karena adanya tekanan dalam bola mata yang meningkat, yaitu terdapat saluran yang menghubungkan bilik depan dengan bilik belakang. Kedua bilik berisi cairan sehingga terbendung. Oleh karenanya, tekanan di dalam bilik meningkat dan mengakibatkan selaput bening (kornea) mata menjadi rusak.

Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang melebarkan pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu. Penyebab lainnya adalah menulis, membaca, dan menonton di tempat gelap; hambatan pada pupil; dan marah yang berlebihan. Glukoma akut lebih sering terjadi pada malam hari karena pupil secara alami akan melebar di bawah cahaya yang redup. Glukoma sudut tertutup terjadi bila saluran tempat mengalirnya humor aqueus terhalang oleh iris.

Penyakit glukoma sudut tertutup akut bisa menyebabkan penurunan fungsi penglihatan yang ringan, terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya, serta nyeri pada mata dan kepala. Gejala tersebut berlangsung hanya beberapa jam sebelum terjadinya serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut. Penderita juga mengalami mual dan muntah, kelopak mata membengkak, mata berair dan merah, serta pupil melebar dan tidak mengecil bila diberi sinar yang terang.

Sebagian besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi serangan tersebut bisa terulang kembali. Setiap serangan susulan akan berakibat pada semakin berkurangnya lapang pandang penderita. Orang-orang yang memiliki risiko menderita glukoma sudut tertutup sebaiknya menjalani pemeriksaan mata yang rutin. Apabila risikonya tinggi, sebaiknya menjalani iridotomi untuk mencegah serangan akut.

c. Glukoma sekunder
Glukoma sekunder terjadi bila mata mengalami kerusakan akibat infeksi, peradangan, tumor, katarak yang meluas, serta penyakit mata yang mempengaruhi pengaliran humor aqueus dari bilik anterior.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Di samping itu, juga bisa disebabkan oleh adanya penyumbatan vena oftalmikus, cedera mata, pembedahan mata, dan pendarahan dalam mata. Beberapa obat, misalnya kortikosteroid, juga bisa menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.

d. Glukoma kongenitalis
Glukoma kongenitalis sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan perkembangan pada saluran humor aqueus. Glukoma kongenitalis sering kali bersifat menurun.

Sumber Artikel
terapi MATA dengan pijat dan ramuan

Nefrosklerosis

Nefrosklerosis

Apabila stenosis arteri ginjal dapat mengakibatkan hipertensi, hipertensi dapat menyebabkan nefrosklerosis atau kerusakan pada arteri ginjal, arteriola, dan glomeruli. Hipertensi merupakan penyebab kedua terjadinya penyakit ginjal tahap akhir. Sekitar 10% individu pengidap hipertensi esensial akan mengalami penyakit ginjal tahap akhir.

Pada nefrosklerosis benigna, pembuluh darah arteri ginjal tampak tebal, lumen menyempit, dan ada kapiler glomerular yang sklerotik dan kempis. Perubahan vaskular ini dapat menyebabkan suplai darah ke ginjal berkurang. Tubulus ginjal juga mengalami atrofi. Pada nefrosklerosis benigna, tanda dan gejalanya juga ringan seperti proteinuria ringan. Nokturia dapat terjadi karena kemampuan tubula untuk mengonsentrasi urine juga berkurang. Walaupun insufisiensi ginjal yang terjadi ringan, pasien ini memiliki risiko tinggi untuk mengalami gagal ginjal akut.

Pada nefrosklerosis maligna, perubahan besarnya adalah nekrosis dan penebalan arteriola, kapiler glomerular, serta atrofi tubula yang tersebar. Selain itu, terjadi hematuria makroskopik proteinuria berat dan peningkatan kreatinin plasma. Nefrosklerosis malignan adalah kondisi kedaruratan medis. Tekanan darah yang tinggi harus diturunkan untuk menghindari kerusakan ginjal yang permanen dan kerusakan organ tubuh yang vital, misalnya otak dan jantung. Tanda dan gejalanya sama dengan gagal ginjal kronik.

Pustaka
Klien Gangguan Ginjal Oleh Mary Baradero, SPC, MN, Mary Wilfrid Dayrit, SPC, MAN & Yakobus Siswadi, MSN

Oral Hairy leukoplakia

Epidemiologi Oral Hairy leukoplakia
Oral hairy leukoplakia adalah lesi mukosa oral pada pasien EBV-seropositif yang terinfeksi HIV. Prevalensi titik mungkin setinggi 25% pada pasien terinfeksi HIV, dan lesi sering muncul di awal perjalanan klinis sebelum terjadinya AIDS. Antiretroviral dan / atau terapi antiherpesviral mengurangi prevalensi HIV yang terkait oral hairy leukoplakia. Pada pasien yang terinfeksi HIV, hairy leukoplakia oral lebih umum pada laki-laki dan pada pasien yang merokok. Meskipun alasan yang tidak jelas, Oral hairy leukoplakia jarang dilaporkan terjadi pada anak-anak yang terinfeksi HIV. Oral hairy leukoplakia juga relatif umum pada pasien yang menerima terapi imunosupresif seperti penerima transplantasi organ, khususnya pasien yang menerima obat siklosforin. Oral hairy leukoplakia juga telah dilaporkan pada orang HIV-seronegatif, beberapa orang yang tampaknya dinyatakan imunokompeten.

Patogenesis
Patologi Oral hairy leukoplakia dikaitkan dengan karakteristik EBV dengan tingginya tingkat replikasi virus produktif dan adalah lesi hanya nonmalignant infeksi sel epitel. Penghambatan hasil replikasi virus dalam resolusi dari lesi. Namun, pada semua pasien. prevalensi EBV replikasi di epitel orofaringeal jauh melebihi kejadian hairy leukoplakia oral. Dengan demikian, replikasi EBV sendiri tidak cukup Untuk patogenesis leukoplakia oral berbulu. Keberadaan hairy leukoplakia oral pada individu yang sehat menunjukkan bahwa immunodeficiency parah tidak diperlukan untuk patogenesis lesi. Berlawanan dengan laporan awal. papillomavirus manusia tidak secara rutin ditemukan dalam hairy leukoplakia oral dan tidak memainkan peranan dalam patogenesis yang jelas.

Oral hairy leukoplakia adalah bentuk unik infeksi EBV untuk kehadiran ER jenis V, strain, dan varian rekombinan dalam lesi. Intrastrain rekombinasi hasil di penggandengan, duplikasi, atau penghapusan urutan gen tertentu, rekombinasi Interstrain antara dua atau lebih strain coinfecting dalam sel yang sama dapat membuat genotipe hibrida EBV baru. Variasi genetik dapat berkontribusi untuk patogenesis EBV jika fungsi protein virus diubah atau jika epitop spesifik virus bermutasi untuk memungkinkan penghindaran surveilans kekebalan T-limfosit sitotoksik. Oral hairy leukoplakia juga ditandai oleh ekspresi gen produk EB V terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel dan apoptosis, termasuk BHRF1, EBNA-2 dan LMP-1. Dengan demikian, konvergensi faktor mungkin diperlukan untuk patogenesis Oral hairy leukoplakia. Faktor-faktor ini termasuk koinfeksi EBV, replikasi, rekombinasi, dan ekspresi gen EBV produk tertentu di epitel lidah, dalam pengaturan respon imun sitotoksik T-limfosit EBV tidak efektif.

Gejala Klinis
Terdapat tampilan lesi kotor Oral hairy leukoplakia, dan lesi dapat dengan mudah salah didiagnosa. Meskipun hairy leukoplakia oral paling sering muncul di perbatasan lateral lidah, penyebaran kemungkinan ke permukaan ventral lidah. Lesi jarang terjadi pada permukaan dorsal lidah atau mukosa bukal, Oral hairy leukoplakia sering melibatkan bilateral lidah. walaupun ukuran plak yang terkait biasanya tidak sama. Lesi ini melekat dan hanya pada lapisan dangkal, dapat dikeluarkan dari permukaan mukosa. Tidak ada eritema atau edema dari jaringan sekitarnya. Oral Hairy leukoplakia tidak muncul menjadi lesi premaligna, namun beberapa pasien merasa terganggu oleh penampilan kosmetik kondisi ini.

Referensi
Mucocutaneous manifestations of viral diseases Oleh Steven Tyring,Angela Yen-Moore

Metabolisme Karbohidrat (Glukosa)

Glukosa merupakan pusat dari semua metabolisme. Glukosa adalah bahan bakar universal bagi sel manusia dan merupakan sumber karbon untuk sintesis sebagian besar senyawa lainnya. Semua jenis sel manusia menggunakan glukosa untuk memperolehenergi. Gula lain dalam makanan (terutama fruktosa dan gataktosa) diubah menjadi glukosa atau zat antara dalam metabolisme glukosa.

Glukosa adalah prekursor untuk sintesis bermacam-macam gula lain yang diperlukan untuk pembentukan senyawa khusus, misalnya laktosa, antigen permukaan sel, nukleotida, atau glikosaminoglikan. Glukosa juga merupakan prekursor pokok bagi senyawa nonkarbohidrat; glukosa dapat diubah menjadi lemak (termasuk asam lemak,kolesterol, dan hormon steroid), asam amino, dan asam nukleat. Dalam tubuh manusia, hanya senyawa-senyawa yang disintesis dari vitamin, asam amino esensial, dan asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis dari glukosa.

Lebih dari 50% kalori dalam makanan sehari-hari di Amerika Serikat diperoleh dari kanji, sukrosa, dan laktosa. Karbohidrat makanan ini diubah menjadi glukosa, galaktosa, dan fruktosa di saluran cerna. Monosakarida diserap dari usus, masuk ke dalam darah, dan berpindah ke jaringan tempat zat tersebut dimetabolis.

Setelah dibawa ke dalam sel, glukosa mengalami fosforilasi oleh suatu heksokinase menjadiglukosa 6-fosfat. Glukosa 6-fosfat kemudian dapat masuk ke sejumlah jalur metabolik. Tiga jalur yang biasa terdapat pada semua jenis sel adalah glikolisis, jalur pentosa fosfat, dan sintesis glikogen. Di dalam jaringan, fruktosa dan gataktosa diubah menjadi zat antara metabolisme glukosa. Dengan demikian, nasib gula-gula ini sejajar dengan nasib yang dialami oleh glukosa.

Nasib utama glukosa 6-fosfat adalah oksidasi melalui jalur glikolisis, yang merupakansumber ATP untuk semua jenis sel. Sel yang tidak memiliki mitokondria tidak dapat mengoksidasi bahan bakar lain. Sel tersebut menghasilkan ATP dari glikolisis anaerobik (perubahan glukosa menjadi laktat). Sel yang memiliki mitokondria mengoksidasi glukosa menjadi CO2 dan H2O melalui glikolisis dan siklus asam trikarboksilat. Sebagian jaringan, misalnya otak, bergantung pada oksidasi glukosa menjadi CO2 dan H2O untuk penyediaan energi karena kapasitas jaringan tersebut menggunakan bahan bakar lain terbatas.

Glukosa menghasilkan zat antara pada glikolisis dan siklus asam trikarboksilat yang digunakan untuk sintesis asam amino dan gugus gliserol serta asam lemak pada triasilgliserol.

Nasib glukosa 6-fosfat lainnya yang penting adalah oksidasi melalui jalur pentosa fosfat, yang menghasilkan NADPH. Ekuivalen reduksi pada NADPH digunakan untuk reaksi biosintetik dan untuk mencegah kerusakan oksidatif pada sel. Dalam jalur ini, glukosa mengalami dekarboksilasi oksidatif menjadi gula 5-karbon (pentosa), yang dapat masuk kembali ke jalur glikolitik. Gula-gula tersebut juga dapat digunakan untuk sintesis nukleotida.

Glukosa 6-fosfat juga diubah menjadi UDP-glukosa, yang memiliki banyak fungsi di dalam sel. Nasib utama UDP-glukosa adalah sintesis glikogen, yaitu polimer untuk menyimpan glukosa. Walaupun sebagian besar sel memiliki glikogen sebagai pemasok glukosa dalam keadaan darurat, namun simpanan terbesar adalah di otot dan hati. Glikogen otot digunakan untuk menghasilkan ATP selama kontraksi otot. Glikogen hati digunakan untuk mempertahankan kadar glukosa darah selama puasa dan olahraga atau pada saat kebutuhan meningkat. UDP-Glukosa juga digunakan untuk membentuk gula lain, dan galaktosa dan glukosa dapat dipertukarkan sementara terikat ke UDP. UDP-Galaktosa digunakan untuk sintesis laktosa di kelenjar payudara. Di hati, UDP-glukosa dioksidasi menjadi UDP-glukuronat, yang digunakan untuk mengubah bilirubin dan senyawa toksik lainnya menjadi glukuronida untuk ekskresi.

Gula nukleotida juga digunakan untuk sintesis proteoglikan, glikoprotein. dan glikolipid. Proteoglikan adalah komponen karbohidrat yang utama pada matriks ekstrasel, tulang rawan, dan cairan ekstrasel (misalnya cairan sinovium sendi). Sebagian besar proteinekstrasel adalah glikoprotein, yaitu, protein ekstrasel secara kovalen melekat ke karbohidrat. Untuk glikolipid dan glikoprotein membran sel, bagian karbohidrat meluas ke dalam ruang ekstrasel.

Semua sel dengan tiada hentinya mendapat glukosa; tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang konstan (sekitar 80-100 mg/dL) walaupun pasokan makanan dan kebutuhan jaringan berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja. Proses ini disebut homeostasis glukosa. Kadar glukosa darah yang rendah (hipoglikemia) dicegah dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar (glikogenolisis); melalui sintesis glukosa dari laktat, gliserol, dan asam amino di hati (glukoneogenesis) dan melalui pelepasan asam lemak dari simpanan jaringan adiposa (lipolisis) sebagai bahan bakar alternatif apabila pasokan glukosa tidak mencukupi. Kadar glukosa dalam darah yang tinggi (hiperglikemia) dicegah oleh perubahan glukosa menjadi glikogen dan perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati. Dengan demikian, jalur penggunaan glukosa sebagai bahan bakar tidak dapat dianggap terpisah sama sekali dari jalur yang melibatkan metabolisme asam amino dan asam lemak.

Keseimbangan antar jaringan dalam menggunakan dan menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon homeostasis metabolik—insulin dan glukagon. Namun, kortisol, epinefrin, norepinefrin, dan hormon lain juga berperan dalam penyesuaian pasokan dan kebutuhan antar jaringan sebagai respons terhadap perubahan dalam status fisiologis.

Sumber Artikel
Biokimia Kedoketran Dasar Oleh Sebuah Klinis

Metabolisme Karbohidrat (Glukosa)

Glukosa merupakan pusat dari semua metabolisme. Glukosa adalah bahan bakar universal bagi sel manusia dan merupakan sumber karbon untuk sintesis sebagian besar senyawa lainnya. Semua jenis sel manusia menggunakan glukosa untuk memperolehenergi. Gula lain dalam makanan (terutama fruktosa dan gataktosa) diubah menjadi glukosa atau zat antara dalam metabolisme glukosa.

Glukosa adalah prekursor untuk sintesis bermacam-macam gula lain yang diperlukan untuk pembentukan senyawa khusus, misalnya laktosa, antigen permukaan sel, nukleotida, atau glikosaminoglikan. Glukosa juga merupakan prekursor pokok bagi senyawa nonkarbohidrat; glukosa dapat diubah menjadi lemak (termasuk asam lemak,kolesterol, dan hormon steroid), asam amino, dan asam nukleat. Dalam tubuh manusia, hanya senyawa-senyawa yang disintesis dari vitamin, asam amino esensial, dan asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis dari glukosa.

Lebih dari 50% kalori dalam makanan sehari-hari di Amerika Serikat diperoleh dari kanji, sukrosa, dan laktosa. Karbohidrat makanan ini diubah menjadi glukosa, galaktosa, dan fruktosa di saluran cerna. Monosakarida diserap dari usus, masuk ke dalam darah, dan berpindah ke jaringan tempat zat tersebut dimetabolis.

Setelah dibawa ke dalam sel, glukosa mengalami fosforilasi oleh suatu heksokinase menjadiglukosa 6-fosfat. Glukosa 6-fosfat kemudian dapat masuk ke sejumlah jalur metabolik. Tiga jalur yang biasa terdapat pada semua jenis sel adalah glikolisis, jalur pentosa fosfat, dan sintesis glikogen. Di dalam jaringan, fruktosa dan gataktosa diubah menjadi zat antara metabolisme glukosa. Dengan demikian, nasib gula-gula ini sejajar dengan nasib yang dialami oleh glukosa.

Nasib utama glukosa 6-fosfat adalah oksidasi melalui jalur glikolisis, yang merupakansumber ATP untuk semua jenis sel. Sel yang tidak memiliki mitokondria tidak dapat mengoksidasi bahan bakar lain. Sel tersebut menghasilkan ATP dari glikolisis anaerobik (perubahan glukosa menjadi laktat). Sel yang memiliki mitokondria mengoksidasi glukosa menjadi CO2 dan H2O melalui glikolisis dan siklus asam trikarboksilat. Sebagian jaringan, misalnya otak, bergantung pada oksidasi glukosa menjadi CO2 dan H2O untuk penyediaan energi karena kapasitas jaringan tersebut menggunakan bahan bakar lain terbatas.

Glukosa menghasilkan zat antara pada glikolisis dan siklus asam trikarboksilat yang digunakan untuk sintesis asam amino dan gugus gliserol serta asam lemak pada triasilgliserol.

Nasib glukosa 6-fosfat lainnya yang penting adalah oksidasi melalui jalur pentosa fosfat, yang menghasilkan NADPH. Ekuivalen reduksi pada NADPH digunakan untuk reaksi biosintetik dan untuk mencegah kerusakan oksidatif pada sel. Dalam jalur ini, glukosa mengalami dekarboksilasi oksidatif menjadi gula 5-karbon (pentosa), yang dapat masuk kembali ke jalur glikolitik. Gula-gula tersebut juga dapat digunakan untuk sintesis nukleotida.

Glukosa 6-fosfat juga diubah menjadi UDP-glukosa, yang memiliki banyak fungsi di dalam sel. Nasib utama UDP-glukosa adalah sintesis glikogen, yaitu polimer untuk menyimpan glukosa. Walaupun sebagian besar sel memiliki glikogen sebagai pemasok glukosa dalam keadaan darurat, namun simpanan terbesar adalah di otot dan hati. Glikogen otot digunakan untuk menghasilkan ATP selama kontraksi otot. Glikogen hati digunakan untuk mempertahankan kadar glukosa darah selama puasa dan olahraga atau pada saat kebutuhan meningkat. UDP-Glukosa juga digunakan untuk membentuk gula lain, dan galaktosa dan glukosa dapat dipertukarkan sementara terikat ke UDP. UDP-Galaktosa digunakan untuk sintesis laktosa di kelenjar payudara. Di hati, UDP-glukosa dioksidasi menjadi UDP-glukuronat, yang digunakan untuk mengubah bilirubin dan senyawa toksik lainnya menjadi glukuronida untuk ekskresi.

Gula nukleotida juga digunakan untuk sintesis proteoglikan, glikoprotein. dan glikolipid. Proteoglikan adalah komponen karbohidrat yang utama pada matriks ekstrasel, tulang rawan, dan cairan ekstrasel (misalnya cairan sinovium sendi). Sebagian besar proteinekstrasel adalah glikoprotein, yaitu, protein ekstrasel secara kovalen melekat ke karbohidrat. Untuk glikolipid dan glikoprotein membran sel, bagian karbohidrat meluas ke dalam ruang ekstrasel.

Semua sel dengan tiada hentinya mendapat glukosa; tubuh mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang konstan (sekitar 80-100 mg/dL) walaupun pasokan makanan dan kebutuhan jaringan berubah-ubah sewaktu kita tidur, makan, dan bekerja. Proses ini disebut homeostasis glukosa. Kadar glukosa darah yang rendah (hipoglikemia) dicegah dengan pelepasan glukosa dari simpanan glikogen hati yang besar (glikogenolisis); melalui sintesis glukosa dari laktat, gliserol, dan asam amino di hati (glukoneogenesis) dan melalui pelepasan asam lemak dari simpanan jaringan adiposa (lipolisis) sebagai bahan bakar alternatif apabila pasokan glukosa tidak mencukupi. Kadar glukosa dalam darah yang tinggi (hiperglikemia) dicegah oleh perubahan glukosa menjadi glikogen dan perubahan glukosa menjadi triasilgliserol di hati. Dengan demikian, jalur penggunaan glukosa sebagai bahan bakar tidak dapat dianggap terpisah sama sekali dari jalur yang melibatkan metabolisme asam amino dan asam lemak.

Keseimbangan antar jaringan dalam menggunakan dan menyimpan glukosa selama puasa dan makan terutama dilakukan melalui kerja hormon homeostasis metabolik—insulin dan glukagon. Namun, kortisol, epinefrin, norepinefrin, dan hormon lain juga berperan dalam penyesuaian pasokan dan kebutuhan antar jaringan sebagai respons terhadap perubahan dalam status fisiologis.

Sumber Artikel
Biokimia Kedoketran Dasar Oleh Sebuah Klinis